Sejarah Lahirnya Kota Cirebon
Sejarah kota Cirebon erat hubungannya
dengan perkembangan pejajaran, menurut babad tanah Jawa dan babad tanah Sunda.
Babad tanah Cirebon menceritakan bahwa raja Pejajaran yaitu Sriratu Dewasa
Wiseja. Yang dikenal dengan Sri Maha Prabu Siliwangi yang beristri 3 orang
yaitu Ambet Kasi, Ali Budaya dan permaisuri Ratu Subang Larang. Seluruh anak
Prabu ada 40 orang. Dari Ratu Subang Larang memilikin3 keturunan, yaitu :
-
Raden Walangsungsang
-
Nyi Rarasantang
-
Raden Kian Santang
Kala itu Walangsungsang berkata pada sang ayah
bahwa ia mendapat mimpi untuk disuruh berguru dan belajar syari’at islam. Sang
Prabu yang beragama hindu menjadi murka karena anaknya di anggap menantang.
Maka di usirlah, Walangsungsang bahagia keluar istana karena tekad yang besar
Walangsungsang keluar istana. Setelah itu berapa tahun kemudian Ratu Mas
Rrasantang keluar dari istana untuk menyusul kakaknya.
Di lereng gunung Merapi Walangsungsang bertemu
dengan Sang Hiyang Danuarsih dan disuruh kepuncak Merapi dan di nikahkan dengan
putrinya yang bernama Nyi Mas Indang Ayu (1422) waktu itu Walangsungsang
berumur 25 tahun.
Sementara Nyi Mas Rarassantang yang menyusul
kakaknya bertemu dengan Nyi Indang Ayu Sakti dan diberi petunjuk agar kegunung
Liwang menemui Ajar Sakti. Oleh Ki Ajar Sakti di beri petunjuk untuk kegunung
Merapi. Setelah berkumpul Ki Danurasih menyurh mereka untuk mengembara mencari
guru Islam. Lalu mereka bertiga sama – sama mencari, sebelum berangkat mereka
diberi wejangan dan ilmu kesaktian dari banyak guru di gunung cangkak. Oleh
Sang Hiyang Bangau mereka di anjurkan berguru kegunung Jati kepada Syek Nur
Jati. Oleh Syek Nur Jati, Walangsungsang di beri nama Samadullah dan di izinkan
membangun permukiman Yng di mulai hari ahad kliwon tanggal 1 bulan Suro.
Kemudian mereka bertiga menuju ke pantai ke
arah Selatan dan belok ke barat ke daerah Lemah Wungkuk dan menginap di rumah
Ki Gede Alang – Alang. Setelah menyampaikan maksudnya, mereka di angkat menjadi
anaknya dan Walangsungsang di beri nama Cakra Buana di hari Ahad ia mulai
membuka hutan untuk di tanami Palawija serta disuruh menangkap rebon (udang
kecil) serta di tumbuk menjadi trasi.
Hasil bumi dijual pada tengkulak di Palimanan
banyak masyarakat yang tertarik menjadi penduduk baru di permukiman Cakra Bumi
: dari daerah itu dikenal rebon dan trasinya. Pada waktu bekerja banyak yang
mengucap kata “oge – oge” geura bebek (cepat – cepatlah ditumbuk). Maka
didaerah itu dikenal dengan nama Grage. Prabu Raja Galuh menyuruh mentri Pepeti
untuk mencatat jiwa kampung baru itu. Dan menetapkan pajak sepikul tumbukan
rebon. Pada tahun 1447 m Ki Mentri Pepeti memberi nama Dukuh Cirebon dan
ditetapkan kuwu Cirebon adalah Ki Gede Alang – Alang dan Cakra Bumi sebagai
wakilnya, namun beberapa tahun kemudian Ki Gede Alang – Alang wafat maka di gantikan
oleh Cakra Bumi dengan Gelar Cakra Buana.
Karena banyak yang terjadi menurut kehendak
Allah SWT, maka penduduk menjadi masuk Islam. Lalu Cakra Buana, Nyi Mas Indang
Ayu dan Nyi Mas Rarasantang di anjurkan ke negara Cempe untuk memperdalam ilmu
syariat Islam. Di Cempe mereka diterima Syek Maulana Ibrahim dan dianjurkan
pergi ke Baitullah ketika di Mekkah Nyi Mas Rarasantang bertemu dengan jodohnya
yaitu Sultan Mesir Maulana Mahmud Syarif Abullah Yng belum lama istrinya
meninggal. Nyi Mas Rarasantang di nikahi dan berganti nama menjadi HJ. Sarifah
Mudaim.
Dan Cakra Buana (H. Abdul Iman) pulang ke
Gunung Jati dan menjabat sebagai kuwu Cirebon kembali. Ketika tahun 8 m
Syarifah Mudaim melahirkan bayi laki – laki yang sangat elok sekali dan diberi
nama Sarif Hidayatullah. Dan pada tahun 1950melahirkan Syarif Natullah.
Melalui perjalanan hidupnya Syarif
Hidayatullah di kenal sebagai wali yakni Sunan Gunung Jati. Sejak tahun 1959 m.
Cirebon menjadi negara Islam dan pangeran Cakra Buana bersemayam di pekung wati
yang di bangun 1452 m.
Pemegang buku sejarah asli Cirebon adalah Pangeran Raden Sulaiman
Sulanden Diningrat anak dari Baridin.
Nama buku itu yaitu buku petang yang isinya:
1. Dua
kalimat syahadat.
2. Ilmu
– ilmu masyarakat Cirebon. Termasuk ilmu batin dan pengetahuan.
3. Hukum
peradaban masyarakat Cirebon.
4.
Mengenai sejarah asli Cirebon.
Nama – nama 9 wali penyebar Islam di
tanah Jawa:
1.
Sunan Kalijaga. 6. Sunan
Giri.
2.
Sunan Kudus. 7. Sunan Ampel.
3.
Sunan Muria. 8. Sunan Drajat.
4.
Sunan Gresik. 9. Sunan Gunung Jati.
5.
Sunan Bonang.
Dalam
penyebaran agama Islam Wali Songo berpedoman 4 dasar inti Sari:
1.
Serikat. 2. Hakikat. 3. Taro’at. 4. Makriat.
Tempat – tempat kunjungan di kota
Cirebon:
-
Keraton Kesepuhan.
-
Keraton Kekanoman.
-
Keraton Kecirebonan.
-
Pugepon Keprahonan.
-
Istana Sunan Gunung Jati.
-
Masjid Agung Kesepuhan.
-
Masjid Panjunan/bata merah.
-
Pedati Ki gede Alang – alang.
-
Taman Ade Irma.
-
Muara Jati.
-
Danau Situ Patok.
-
Bandara panggung (sekarang Lap. Cakra Buana).
-
Pelangon.
-
Pelabuhan Kejawanan.
Minuman khas Cirebon:
-
Bandrek. - Teh poci.
-
Bajigur. - Es kelapa Muda.
-
Sekoteng. - Sirup.
Kerajinan khas Cirebon:
-
Batik Trusmi. - Topeng.
-
Wayang kulit. - Sandal Barepan.
-
Wayang Golek Cepak.
Seni Pentas Cirebon
-
Sintren. - Tarling. - Cemplungan.
-
Lais. - Genjring Akrobat. - Seni membaca.
-
Kuda lumping. - Berokan.
Seni Karawitan Lokal/Non Lokal
-
Seni Gamelan Keraton. - Lagu
Dolanan.
-
Seni Dolanan Kelenteng. - Lagu Pupuh.
Seni Tari
-
Tari Budaya. - Tari Topeng.
-
Tari Wayang Orang. - Jaipongan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar